HeadlinePeristiwa

PT Tjitatam Minta Lahannya Kembali

26
×

PT Tjitatam Minta Lahannya Kembali

Sebarkan artikel ini

WartaDepok.com – Sidang gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) antara ahli waris Nji Mas Siti Aminah alias Nji Mas Ent Jeh alias Osah melawan 7 tergugat baik itu perusahaan, intansi pemerintahan, perorangan dan 11 intansi pemerintah yang turut menjadi tergugat kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Depok, Kamis (31/7/2025). Kali ini, sidang tersebut beragendakan keterangan saksi dari tergugat II yakni PT Tjitajam.

Setelah membuka persidangan yang terbuka untuk umum, majelis hakim yang dipimpin Ira Rosalin dengan anggota Zainul Hakim Zainuddin dan Hj Ultry Meilizayeni yang menggantikan Andry Eswin Sugandhi Oetara mempersilakan saksi dari tergugat II untuk dihadirkan. Kemudian saksi dari tergugat II yakni Antonius Edwin memasuki persidangan.

Namun, setelah identitas saksi dikroscek majelis hakim dan menanyakan kepada para tergugat dan turut tergugat, majelis hakim diminta untuk menolak saksi yang dihadirkan oleh tergugat II. Sebab, saksi yang dihadirkan PT Tjitajam

“Karena saksi ini merupakan salah satu pemegang saham mayoritas di PT Tjitajam, maka kami menilai mempunyai konflik kepentingan. Bila ingin keterangannya tetap didengar, saksi tidak akan di ambil sumpah,” ujar Ira Rosalin di persidangan.

Di halaman Kantor PN Depok, kuasa hukum PT Tjitajam, Reynold Thonak mengungkapkan, bahwa klien merupakan pemilik lahan seluas 53,8 hektare yang masyarakat sering sebut Tanah Merah dengan bukti hak berupa SHGB No.257/Cipayung Jaya yang diperkuat dengan 10 putusan berkekuatan hukum tetap (inkrah). Bahkan, sudah dieksekusi oleh pengadilan. Akan tetapi, kembali digugat oleh Penggugat (ahli waris Osah) dengan dasar eighendom verponding.

Selain kliennya, Satgas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia dan Pemkot Depok juga ikut digugat. “Di agenda sidang siang kemarin kami selaki Tergugat 2 menghadirkan Antonius Edwin, sebagai Direktur PT Surya Megah Cakrawala. Di mana PT Surya Megah Cakrawala ini adalah pemegang saham mayoritas 90% di PT Tjitajam,” papar Reynold kepada wartawan, Kamis (31/7).

Ia sangat menyayangkan majelis hakim menilai ada konflik kepentingan saat saksi dihadirkan dalam persidangan. “Kami tidak ingin berdebat lebih jauh soal itu karena itu wewenang hakim. Kami hanya ingin menjelaskan kami ini telah memenangkan 10 putusan inkrah, yang mengabulkan pokok perkara terhadap lahan tersebut dan sudah dieksekusi,” ujarnya.

Pada dasarnya, saksi dihadirkan untuk menjelaskan Tanah Merah atau lahan yang rencananya bakal dibangun stadion bertaraf internasional merupakan aset dari PT Tjitajam bukan Satgas BLBI sebagaimana disampaikan oleh Wali Kota Depok. Menurutnya, Satgas BLBI tidak memiliki hak apapun terhadap lahan tersebut.
“Karena kami memiliki SHGB Nomor 257/Cipayung Jaya, yang sudah terbit sejak 25 Agustus 1999. Sertipikat itu bersih. Artinya tidak ada hak tanggungan apapun, kecuali catatan sita jaminan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur sejak tahun 1999. Nah, dengan bukti ini kenapa Satgas BLBI mau mengakui tanah orang lain lalu diamankan atau dikuasai? Ini sangat berbahaya,” bilangnya.

Satgas BLBI mengakui lahan Tanah Merah itu pada 2023, kata Reynold, dengan dasar perjanjian di bawah tangan yang dikondisikan oleh oknum-oknum tertentu. Oleh karena itu, pihaknya mempertanyakan apa status Satgas BLBI terhadap lahan tersebut. “Itu hanya perjanjian di bawah tangan. Logikanya, kalau ada sita jaminan dari pengadilan, lalu Satgas BLBI itu statusnya apa terhadap objek ini? Pemkot Depok juga seharusnya lebih bijak melihat masalah ini. Jangan hanya semangat membangun tapi mengorbankan hak orang lain,” kata Reynold seraya mengabaikan putusan pengadilan. Apalagi Pemkot Depok dan ATR/BPN Kota Depok adalah pihak yang dikalahkan dalam perkara yang dimenangkan oleh klien kami di Pengadilan Negeri Cibinong dan Putusannya sudah inkrah sampai Mahkamah Agung lalu dieksekusi pada tanggal 15 September 2021.

BACA JUGA:  Sukses Digelar, Kontes Batu Akik Nusantara Berlanjut

Masih kata dia, Satgas BLBI sudah tidak diperpanjang lagi masa baktinya. Hal itu sudah ia pertanyakan kepada hakim, karena surat kuasa itu diterima pada Agustus 2024, sedangkan pada Desember 2024 sudah tidak diperpanjang lagi oleh Presiden Prabowo. “Katanya Pak Prabowo mau menegakkan hukum? Masalah PT Tjitajam ini dibereskan saja dulu deh, jika benar mau memberantas mafia-mafia tanah di negara ini. Di sini, pemerintah sendiri saja tidak bisa hadir untuk menegakan hukum untuk keadilan kok,” keluhnya.

Perkara lahan Tanah Merah ini sudah dimenangkan oleh pihaknya sejak 1999 atau 26 tahun yang lalu. “Kami itu sudah 26 tahun memperebutkan hak kami. Dan sudah dimenangkan. Tetapi terus saja dikerjain oleh oknum-oknum di Dirjen AHU Kementrian Hukum dan HAM dan juga ATR/BPN. Artinya apa?? Pemerintah tidak hadir dalam masalah PT Tjitajam dan tidak serius membasmi mafia tanah di negara ini. Sekarang Pemkot Depok sebagai pihak yang kalah dalam perkara malah ikut-ikutan. Dengan idenya yang luar biasa membangun stadion itu. Janganlah merampok hak orang,” ucapnya.

PN Depok sudah pernah melakukan konstatering (pencocokan objek) untuk eksekusi lahan tersebut, bahkan sudah lengkap dengan berita acaranya. Oleh karena itu, ia juga meminta agar masalah ini diselesaikan dengan duduk bersama.
“Ayo duduk bersama dengan Pengadilan Negeri Depok untuk memperjelas status tanah ini. Kok mau bangun stadion di atas tanah orang,” tandasnya. (jan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *