DEPOK– Di balik hiruk pikuk kampus Universitas Indonesia (UI), terselip sebuah kisah yang menghubungkan Depok dengan Gaza. Fakultas Kedokteran UI (FKUI) tahun ini membuka pintu bagi tiga dokter asal Palestina untuk menempuh pendidikan spesialis. Dua di antaranya sudah mulai menekuni bidang Bedah Thoraks dan Bedah Plastik.
Namun, satu nama lain belum bisa hadir. Ia masih tertahan di Gaza, terbelenggu oleh perang dan blokade yang tak kunjung usai.
“UI berkomitmen menjadi rumah bagi semua insan ilmu, termasuk saudara-saudara kita dari Palestina,” ujar Rektor UI, Prof. Heri Hermansyah, di Jakarta, Kamis (18/9). “Pendidikan adalah jembatan kemanusiaan. Karena lewat ilmu, kita bisa menyalakan harapan.”
Di kampus, dua rekannya dari Palestina mulai beradaptasi dengan kehidupan baru. Mereka belajar anatomi di ruang kuliah, bergulat dengan kasus pasien di rumah sakit pendidikan, dan menyiapkan diri menjadi dokter spesialis yang kelak akan kembali ke tanah airnya. Namun di Gaza, satu calon mahasiswa lain harus menunggu dalam ketidakpastian.
Di tengah reruntuhan dan dentuman bom, ia masih memeluk harapan bahwa suatu hari kelak ia bisa tiba di Depok, mengenakan jas putih, dan duduk di bangku kuliah FKUI.
Beasiswa yang mereka terima bukan dari satu pihak saja. Ada dukungan dari Badan Toraks Kardiovaskuler Indonesia (BTKV), BAZNAS, hingga Indonesian AID atau Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional. Kolaborasi ini memastikan bahwa para dokter Palestina bisa menempuh pendidikan tanpa harus memikirkan biaya yang besar.
Bagi UI, langkah ini bukan hanya memberi manfaat bagi individu, tetapi juga untuk masyarakat Palestina yang sangat membutuhkan tenaga medis spesialis. Gaza yang porak-poranda justru semakin kekurangan dokter dengan kompetensi di bidang vital seperti bedah dan paru.
Di balik ruang kuliah dan laboratorium FKUI, ada cerita kecil yang menyentuh: bagaimana pendidikan menjadi jembatan kemanusiaan. Bahwa sebuah kampus di Depok bisa menjadi tempat bertumbuhnya asa yang lahir jauh dari sebuah tanah yang terkepung konflik.
Kisah mahasiswa yang masih tertahan di Gaza menjadi pengingat bahwa pendidikan kerap berhadapan dengan kenyataan keras politik dan perang. Namun, tekadnya untuk belajar—dan tekad UI untuk menunggu serta membuka pintu—adalah bukti bahwa kemanusiaan tetap menemukan jalannya.
“Tempatnya sudah kami siapkan di program Spesialis Paru. Tapi sampai sekarang ia belum bisa keluar dari Gaza. Situasi di sana memang sangat sulit,” tutur Dekan FKUI, Prof. Ari Fahrial, menutup kisah ini. (*)












