HeadlineHumaniora

Narasi Hegemoni Dinilai Lebay, IPPI: Pemilihan Dekan UI Sulit Diintervensi

7
×

Narasi Hegemoni Dinilai Lebay, IPPI: Pemilihan Dekan UI Sulit Diintervensi

Sebarkan artikel ini
Foto: Universitas Indonesia (M. Irwan Supriadi/WartaDepok.com)

WartaDepok.com – Adanya kekhawatiran tentang potensi hegemoni dan kepentingan pragmatis dalam proses seleksi Dekan Universitas Indonesia, dinilai tak rasional.

‎Yama Sumbodo, Peneliti Indonesian Politic and Policy Institute (IPPI), menyebut pernyataan tersebut terlalu longgar, cenderung spekulatif, dan tidak didukung fakta objektif yang menggambarkan kondisi UI saat ini.

‎Ia menegaskan bahwa kampus UI justru berada pada fase tata kelola paling transparan dalam satu dekade terakhir, “sebuah kondisi yang tidak mungkin muncul jika kampus benar sedang dikendalikan oleh kekuatan pragmatis tertentu,” ujar Alumnus Universitas Padjajaran tersebut, Senin (24/11).

‎Yama menyebut bahwa tuduhan semacam ini tidak hanya menyesatkan publik, tetapi juga mengabaikan capaian-capaian besar UI di bawah kepemimpinan Rektor Prof. Heri Hermansyah.

‎Dalam dua tahun terakhir, kata dia, UI berhasil menembus QS Top 200 dunia, sesuatu yang tak pernah terjadi sebelumnya setelah bertahun-tahun stagnan. Di saat rumor soal kepentingan politik dihembuskan, UI justru memperkuat kolaborasi akademik kelas dunia.

‎”Saya baca di pemberitaan, mereka (UI) baru selesai meandatanganai kemitraan strategis dengan Tsinghua University—perguruan tinggi peringkat 17 dunia—. Termasuk kerja sama riset energi dan teknologi dengan Huayou Group. Huayou ini perusahaan global yang masuk jajaran raksasa industri nikel dan kobalt,” beber Yama.

‎Kapasitas global Rektor UI juga diakui secara internasional melalui penunjukannya sebagai Advisor pada Center for Southeast Asian Studies, South China Normal University, sebuah pusat riset yang berada di bawah otoritas resmi Kementerian Pendidikan Tiongkok.

‎Yama menegaskan bahwa jabatan tersebut bukan posisi seremonial, tetapi indikator kepercayaan internasional terhadap integritas akademik Prof. Heri.

‎”Tidak mungkin figur yang dituding terkait kepentingan pragmatis mampu mendapatkan kepercayaan sedemikian besar dari institusi internasional yang ketat dalam seleksi akademik,” jelasnya.

‎Menurut Yama, narasi  yang menyebut adanya hegemoni atau kekuatan tertentu yang mengarahkan kampus tidak hanya tidak berdasar, tetapi juga mengabaikan mekanisme internal UI yang sudah sangat ketat.

‎Proses seleksi pimpinan kampus berada di bawah pengawasan Senat Akademik dan melalui tahapan asesmen komprehensif yang melibatkan rekam jejak akademik, integritas personal, dan penilaian visi kelembagaan. Prosesnya terbuka, dapat dipantau publik, dan tidak memberikan ruang bagi intervensi pragmatis seperti yang ditakutkan.

‎“Jika hendak mengkritik, lakukan berbasis data. Jangan menciptakan bayang-bayang yang tidak ada wujudnya,” tegas Yama.

‎Ia menambahkan bahwa di era kepemimpinan Prof. Heri Hermansyah, UI justru menjadi salah satu kampus paling progresif secara kebijakan dan paling independen dalam ekspresi akademik.

‎Mahasiswa tetap bebas bersuara, riset tidak dibatasi, dan kebijakan kampus tidak pernah diarahkan oleh kepentingan politik luar. Ruang dialektika tetap terjaga, namun tidak dibiarkan berubah menjadi arena fitnah yang menggerus reputasi kampus.

‎Menurut Yama, dinamika demokrasi dalam lingkungan akademik memang wajar, tetapi jangan sampai diseret menjadi narasi hegemoni yang tidak memiliki pijakan.

‎Yama mengingatkan bahwa reputasi akademik adalah sesuatu yang dibangun dengan susah payah dan dapat rusak hanya karena opini yang tak berbasis fakta. Karena itu, ia meminta publik untuk lebih berhati-hati dalam menerima narasi semacam ini.

‎Kampus dengan reputasi sebesar UI tidak mungkin berjalan tanpa mekanisme check and balance yang kuat. Justru, kata Yama, saat ini UI berada pada puncak momentum reformasi dan internasionalisasi, sehingga tudingan-tudingan tak berdasar hanya akan mengganggu fokus pembangunan akademik yang sedang berjalan.

‎“Rektor Heri Hermansyah membawa UI ke dalam orbit baru. Dari reformasi digital, lompatan global, perbaikan tata kelola, hingga kemandirian akademik, semuanya dibangun dengan kerja, bukan wacana. Maka menuding kampus terhegemoni tanpa data adalah tindakan tidak adil yang tidak mencerminkan fakta di lapangan,” pungkas Yama.(*)

BACA JUGA:  Lompatan Strategis Rektor UI: Dari Tsinghua ke Huayou, Lahir Ekosistem Riset ‘Segitiga Emas’ Bagi Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *