WartaDepok.com – Mencermati penyebaran wabah COVID-19 yang kian meluas. Pemerintah Pusat akhirnya mengambil langkah sebagaimana tertuang dalam regulasi terkait Karantina Kesehatan.
Dari sekian opsi tindakan karantina kesehatan yang meliputi karantina ataupun isolasi, pemerintah memilih kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar.
Hal ini diperkuat dengan penerbitan Keppres No.11/2020 Tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat COVID-19 dan PP No.21/2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Pencegahan & Penanganan COVID-19.
Pemerintah juga menerbitkan peraturan terkait anggaran penanganan, berupa Perppu Nomor 1/2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Presiden Joko Widodo mengumumkan total anggaran penanganan COVID-19 ini sebesar Rp 405,1 triliun.
Rincian peruntukkan anggaran yaitu Rp75 triliun untuk bidang kesehatan, Rp110 triliun untuk perlindungan sosial, Rp70,1 triliun insentif perpajakan dan stimulus KUR, serta Rp150 triliun dialokasikan untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi.
Di satu sisi, keputusan Pemerintah Pusat ini patut diapresiasi.
Pemerintah Pusat cukup bernyali mengambil risiko, mengingat sejauh ini realisasi penerimaan APBN yang belum genap mencapai 10 persen dari target.
Dalam beleid tersebut, sumber anggaran akan ditarik dari pergeseran anggaran antar fungsi, antar program, antar organisasi atau realokasi K/L.
Sumber anggaran lainnya yaitu pemanfaatan Sisa Anggaran Lebih (SAL), dan dana yang diperoleh dari pengurangan penyertaan modal negara pada BUMN. Sumber potensial lainnya adalah dari Penerbitan SUN atau SBSN yang dapat dibeli BI, BUMN, Investor korporasi, atau investor ritel.
Persoalannya kemudian, anggaran tersebut secara nasional akan dialokasikan melalu banyak saluran, seperti program PKH hingga BLT untuk perlindungan sosial.
Selain itu, sebagaimana dijelaskan pada Pasal 2, Ayat 1 Poin (J) sebagai pembiayaan, Pusat akan memberikan hibah kepada Pemerintah Daerah, dan atau melakukan penyederhanaan mekanisme dan simplifikasi dokumen di bidang keuangan negara.
Selain itu, pada Pasal 3, Pemerintah Daerah diberikan kewenangan untuk melakukan pengutamaan penggunaan alokasi anggaran untuk kegiatan tertentu, perubahan alokasi, dan penggunaan APBD. Artinya, kucuran dana anggaran pencegahan COVID-19 inipun akan mengalir ke kas daerah.
Terkait ketentuan regulasi tersebut, Pemerintah Daerah sebagaimana diamanatkan PP Pembatasan Sosial Berskala Besar, mempunyai tanggung jawab di antaranya, memastikan adanya pembatasan kegiatan tertentu penduduk sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran COVID-19.
Pembatasan Sosial Berskala Besar paling sedikit meliputi Peliburan Sekolah dan Tempat Kerja, Pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau Pembatasan kegiatan di tempat atau fasiitas umum.
Pemerintah Daerah juga diingatkan bahwa pembatasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.
Dalam penjelasan beleid tersebut, yang dimaksud kebutuhan dasar antara lain kebutuhan pelayanan kesehatan, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya.
Dengan penjabaran tersebut, #DepokLawanCorona melihat bahwa kebijakan Pemerintah Pusat itu diharapkan bisa saling mengisi.
“Antara pengetatan mobilitas sosial, serta jaminan perlindungan sosial dan kesehatan masyarakat, ini maunya Pusat,” kata Juru Bicara #DepokLawanCorona Sahat Farida yang diterima WartaDepok. com, Kamis (2/4).
Transparansi
Persoalannya, sejauh ini pelaksanaan penanganan dan pencegahan COVID-19 di Kota Depok masih belum dilakukan secara transparan. Sejalan dengan alokasi anggaran penanganan COVID-19 Kota Depok yang mencapai Rp 70 miliar, belum terlihat langkah konkrit dari Gugus Tugas.
“Kami mendapatkan fakta dan informasi di lapangan, ada warga Depok yang suspek mengalami penolakan di beberapa RS, hingga dirawat di Faskes yang tidak memiliki kelengkapan penanganan COVID 19,” kata Sahat.
Melihat gelagat tersebut, dia menilai seharusnya Gugus Tugas COVID-19 Kota Depok dan Walikota bisa membuka alur serta realisasi kegiatan penanganan dan pencegahan, terutama menjabarkan pula skenario terburuk yang disiapkan.
Belakangan, Pemkot Depok juga mengkampanyekan pembentukan “Kampung Siaga” yang memiliki tugas antara lain, melakukan pemantauan kesehatan dan deteksi dini kasus, serta membuat gotong royong pangan antar warga.
“Masalahnya, inisiatif seperti itu telah lebih dulu jalan oleh warga. Yang kami pertanyakan, apa yang telah dilakukan Pemkot Depok, apakah ada fasilitas medis untuk melakukan aksi kuratif di level RT/RW?” tanya Sahat.
Sejalan dengan rencana kebijakan guyuran dana dari Pemerintah Pusat, karena itu #DepokLawanCorona mendorong DPRD Kota Depok untuk memanggil Tim Gugus Tugas COVID-19 dan Walikota untuk membuka realisasi anggaran dan pelaksanaan penanganan Covid-19.
“Untuk yang sudah dialokasikan saja, belum terlihat adanya hal konkrit, apalagi nanti sewaktu ada dana hibah dari Pusat,” tegas Sahat.
Terkait penanganan di tingkat warga, #DepokLawanCorona mengusulkan penguatan lokalitas tingkat RT/RW untuk menjadi garda terdepan. Untuk hal itu, Pemkot Kota Depok perlu menyiapkan anggaran bagi RT/RW untuk memfasilitasi bantuan sosial, serta pengawasan kesehatan warga.
“RT/RW itu juga harus didorong sebagai entitas terdepan dalam pendistribusian bantuan dan penyaluran dana penanganan COVID-19,” tutup Sahat. (Wan/WD)