AGENDA pilkada 2024 di Kota Depok khususnya memiliki makna yang sangat besar bagai warga Depok. Hal ini karena pasangan yang dimenangkan oleh Supian-Chandra menjadi momen bagi perbaikan partai partai politik di seluruh Depok.
Kejayaan PKS di Kota Depok, Jawa Barat, dimulai ketika kader PKS terpilih menjadi wali kota periode 2006-2011 setelah mengalahkan calon dari Partai Golkar-PKB Badrul Kamal-Syihabudin Ahmad.
Sebagai partai politik, PKS telah sukses menghantarkan kadernya memimpin kota depok selama dua puluh tahun. Sebenarnya ini bukan karena kekuatan PKS namun lebih karena kesadaran dan peran kader dalam menampilkan wajah partai yang agamis, modern, dan peduli serta bersih seakan tatakelola birokrasi tidak ada pungli ataupun korupsi.
PKS adalah partai politik yang lahir dari rakhim reformasi yang dibidani oleh para aktivis dakwah islam kampus. Dimana awalnya bernama Partai Keadilan kemudian berubah nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera.
Dinamika politik ditubuh PKS sangat tinggi, dua kelompok berseberangan kelompok keadilan dan kelompok sejahtera. Keduanya tidak bisa disatukan dan akhirnya PKS pecah makalahirlah Partai Gelora.
Pada pilkada pertama kader PKS berhasil terpilih mejadi Walikota Depok sedangkan Wakil Walikota dari kelompok NU Depok. Strategi ini cukup berhasil mendongkrak jagoan PKS yang dipasangkan dari kelompok NU mewakili suara pribumi.
Namun ditengah perjalanan yang namanya wakil sering tidak dilibatkan dalam urusan urusan strategis dalam pengambilan keputusan. Terjadilah gap yang merenggangkan mereka berdua.
Pilkada berikutnya kader PKS kembali mendudukan Nur Mahmudi Ismail sebagai Walikota dan Idris Abdul Somad sebagai wakil walikota. Idris adalah seorang dosen, juru dakwah yang dituduh sebagai orang NU, pribumi, tidak berpartai. Awalnya bagus namun ditengah perjalanannya mereka saling tidak memaafkan dan berujung tidak kompak alias pecah kongsi.
Pilkada berikutnya PKS berkoalisi dengan Gerindera memenangkan kadernya Idris Abdul Somad sebagai walikota berpasangan dengan Pradi Supriatna sebagai Wakil Walikota.
Awalnya mereka berdua mesra tapi dalam perjalanan mereka pecah kongsi bahkan keduanya saling sindir dan saling menyakiti.
Mungkin wajar mereka saling jaga jarak karena disinyalir Wakil Walikota punya cita cita menjadi Walikota Depok.
Dan benar akhirnya pilkada Depok selanjutnya PKS kembali memasangkan duet Idris Abdul Somad sebagai Walikota dengan Imam Budi Hartono sebagai Wakil Walikota.
Dua duanya adalah kader PKS, meskipun Idris tidak pernah mengakui dirinya adalah kader PKS, tentu dengan maksud agar tokoh awam dan warga awam di kota depok mau menerima Idris itu sebatas taqiyah bahwa Idris bukan menjadi kader PKS.
Kata pengamat kekuasaan partai politik itu pasti ada akhirnya apalagi tidak mampu memegang amanat masyarakat. Faktanya PKS selama dua puluh tahun tidak mampu membangun, memperbaiki dan menata kota Depok secara substantif.
Jangankan membangun kota Depok, membangun harmonisasi antar perangkat daerah saja tidak mampu, bahkan relasi antara walikota dan wakil walikota itu tidak harmonis.
Suka atau tidak suka Supian Suri adalah anak didik birokratis kepemimpinan ala PKS selama empat periode. Jangan sampai terjebak dalam lubang yang sama tidak akur dengan wakil walikota, tidak mampu kordinasi dengan pemerintah pusat, tidak.mau berkolaborasi dengan seluruh staekholder pembangunan kota depok lainnya.
Supian Suri harus berbagi peran dengan wakil walikota secara proporsional meskipun secara aturan dan tatakelola pemerintahan yang laku adalah tanda tangan walikota namun secara etika moral tanda tangan harus diketahui bersama dan disepakati bersama.
Supian Suri sebagai walikota harus waspada terhadap segala upaya provokasi yang akan memisahkan hubungan Chandra Rahmansyah sebagai Wakil Walikota mengingat dua duanya masih muda masih memiliki emosional yang belum stabil.
Karena ketika ketidak harmonisan antara Walikota dan Wakil Walikota itu ada maka yang akan rugi adalah warga depok yang sedang menunggu kebijakan-kebijakan pemerintah kota yang adil dan sejahtera. (*)