HeadlinePeristiwa

Depok Zona Merah Dipicu Klaster Keluarga

72
×

Depok Zona Merah Dipicu Klaster Keluarga

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi/Pixabay

WartaDepok.com – Saat ini Kota Depok kembali dalam zona resiko tinggi atau zona merah.

Kota Depok menjadi satu-satunya kota di Jawa Barat yang berstatus zona merah.

Zona merah kali ini yang terjadi di Depok dipicu klaster keluarga.

“Saya sudah sampaikan ke teman-teman yang lain bahwa Depok di zona merah kembali. Itu kalau dulu waktu saat di September itu kan berasal dari imported case perkantoran. Sekarang di data kita yang imported case perkantoran itu turun tapi penyebaran merah ini lebih banyak ke transmisi lokal atau klaster keluarga. Jadi kalau teman-teman wartawan banyak menemukan di lokasi RW 1 keluarga itu memang klasternya yang naik itu sekarang cluster keluarga,” kata Pejabat sementara Wali Kota Depok, Dedi Supandi, Rabu (28/10).

Selain itu, klaster keluarga terjadi sebagai dampak kondisi kepadatan di Kota Depok.

Faktor lainnya karena terjadi adanya delay ketidaksinkronan data antara yang di daerah dengan yang di pusat.

Dicontohkan, misalnya pekan kemarin tapi belum terupdate di pekan ini.

“Sehingga menyebabkan terjadinya tumpukan laporan akhirnya seolah-olah sekaligus segitu dengan digit begitu. Dan ini sudah kita lakukan langkah-langkah per hari 27 Oktober kita juga sudah berkoordinasi dengan PHEOC Kemenkes untuk terjadi penyesuaian data dengan data dari gugus tugas yang di depok ini,” tukasnya.

Dedi menuturkan, untuk penanggulangan pencegahan di Depok juga dioptimalkan melalui Pembatasan Sosial Kampung Siaga (PSKS).

Saat ini di Depok ada 2238 RW yang ditetapkan sebagai RW PSKS.

“Terus juga karena yang terjadi adalah kasus klaster keluarga maka upaya selanjutnya adalah bagaimana sebuah rencana akan dilakukan penjemputan kembali bagi beberapa isomer yang rumahnya kurang representatif. Itu nanti akan ditempatkan, ada di citra medika sebanyak 41 bed ini sudah kita hubungi, termasuk dengan yang digalang oleh rumah teduh di Pondok Cina itu akan coba dipenuhi,” ucapnya.

Dedi tidak menampik tingginya klaster keluarga ini sebagai dampak dari belum adanya tempat isolasi bagi pasien tanpa gejala.

Tingkat kepadatan penduduk juga menjadi pemicu terjadinya klaster keluarga.

“Salah satunya itu kan kondisi penduduk kita kan yang mencapai 2,4 juta sekian orang dibanding luas wilayah 200,3 km2. Kan rata-rata 12.000 per km2 makanya banyak terdampak itu, ada beberapa kecamatan yang kepadatan penduduknya melebihi dari rata-rata misalnya 18.000 per km2 seperti di Sukmajaya dan Pancoran Mas,” katanya.(Wan/WD)

BACA JUGA:  Kepala DLHK Ajak ASN Depok Menjadi Contoh Baik Pelaksanaan DCFD

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *