HeadlineHumaniora

Kritik Narasi ‘UI Bukan Perusahaan’, IPPI: Tanpa Tata Kelola Modern, Akademik Justru Merosot

0
×

Kritik Narasi ‘UI Bukan Perusahaan’, IPPI: Tanpa Tata Kelola Modern, Akademik Justru Merosot

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi aktivitas Mahasiswa Universitas Indonesia. (Foto: dok. Humas UI)

WartaDepok.com – Seruan bahwa “kampus bukan perusahaan” yang dialamatkan kepada Universitas Indonesia (UI) dinilai sebagai pandangan yang keliru dan menyesatkan, dalam membaca tantangan pendidikan tinggi modern.

‎Pernyataan tersebut disampaikan Peneliti Indonesian Politic and Policy Institute (IPPI), Muhammad Faturahman. Menurutnya, cara pandang tersebut justru berpotensi menggerus fondasi akademik UI. Pasalnya, universitas dunia saat ini dituntut bekerja dengan standar tata kelola setara organisasi profesional agar mutu ilmiah dapat terjaga.

‎Faturahman menjelaskan bahwa kompetisi pendidikan tinggi hari ini tidak hanya ditentukan oleh baiknya kurikulum, tetapi oleh kemampuan institusi menjalankan riset, membangun jejaring global, mengelola sumber daya, dan menghasilkan inovasi. Tanpa tata kelola setara organisasi modern, kampus sebesar UI justru berisiko tertinggal.

‎ “Mengatakan kampus bukan perusahaan itu mudah, tetapi mengabaikan kebutuhan manajemen profesional justru membuat kualitas akademik merosot. Akademik yang kuat lahir dari tata kelola yang kuat,” ujarnya.

‎Ia mencontohkan data riset global yang menegaskan kebutuhan UI untuk menjalankan manajemen berbasis performa.

‎Dalam pemeringkatan SCImago Institutions Rankings 2025, UI memang menduduki peringkat pertama di Indonesia, tetapi secara global masih berada di peringkat seribuan. Ini menunjukkan ada jurang yang harus dikejar, yang tidak mungkin ditempuh hanya dengan jargon “fokus akademik” tanpa pembenahan sistemik.

‎Demikian pula, indeks integritas riset internasional menempatkan sejumlah universitas Indonesia, termasuk UI, dalam kategori risiko tinggi. Bagi Faturahman, temuan ini seharusnya membuka mata bahwa penguatan tata kelola menjadi syarat mutlak, bukan sekadar tambahan.

‎Ia juga menyoroti perlunya UI bergerak lincah sebagai kampus global. Lonjakan UI ke posisi sekitar 189 dunia versi QS World University Rankings 2026 adalah bukti bahwa pembenahan struktural, internasionalisasi, dan reformasi birokrasi sudah berjalan.

‎Menuntut UI kembali menjadi institusi “tradisional” yang hanya mengurus akademik tanpa orientasi performa, menurutnya, adalah langkah mundur yang tidak sejalan dengan capaian tersebut.

‎“Kita tidak bisa memaksa UI kembali ke pola lama hanya karena ketidakpahaman tentang bagaimana kampus modern bekerja,” katanya.

‎Faturahman menegaskan bahwa yang salah bukanlah manajemen modern, tetapi komersialisasi yang mengabaikan nilai akademik.

‎ Jika ada pihak yang khawatir kampus menjelma menjadi korporasi, kritik tersebut harus diarahkan pada praktik seperti biaya pendidikan yang tak wajar, bukan pada struktur manajemen yang profesional dan akuntabel. Justru manajemen ala organisasi modern, dengan indikator kinerja, target riset, transparansi anggaran, serta pengelolaan inovasi, adalah fondasi agar kualitas akademik meningkat.

‎Ia menutup dengan pernyataan tegas bahwa gagasan “kampus bukan perusahaan” terlalu sering menjadi tameng untuk menolak perubahan, padahal perubahan itu sendiri yang membuat kampus bertahan.

‎Dunia bergerak cepat, standar pendidikan internasional pun berubah. UI tidak mungkin maju jika hanya diminta “fokus akademik” tanpa memahami bahwa akademik terbaik membutuhkan tata kelola terbaik.

‎“Kalau kita ingin UI masuk jajaran 100 besar dunia, maka kita harus berhenti memperlakukan kampus seperti ruang tenang tanpa tekanan performa. Akademik unggul tidak hadir dari retorika, tetapi dari manajemen yang modern, adaptif, dan berpihak pada masa depan,” tutupnya.

BACA JUGA:  5 Rekomendasi Bengkel Mobil Terpercaya dan Terjangkau di Bogor

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *