HeadlineHumaniora

SIL-SKSG Universitas Indonesia Dilebur, IPPI: Jangan Bikin Narasi Sesat!

5
×

SIL-SKSG Universitas Indonesia Dilebur, IPPI: Jangan Bikin Narasi Sesat!

Sebarkan artikel ini
Foto: Universitas Indonesia (M. Irwan Supriadi/WartaDepok.com)

WartaDepok.com – Universitas Indonesia (UI) tengah menjadi sorotan publik usai meresmikan Sekolah Pascasarjana Pembangunan Berkelanjutan, hasil penggabungan Sekolah Ilmu Lingkungan (SIL) dan Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG). Narasi yang berkembang di luar seolah penggabungan ini dilakukan tanpa dasar hukum dan minim dialog akademik.

Peneliti Indonesian Politic and Policy Institute (IPPI), Faturrahman, menilai isu tersebut tidak sepenuhnya tepat dan justru berpotensi menyesatkan publik.

“Perlu diluruskan. UI tidak gegabah mengambil keputusan sebesar ini. Ada regulasi yang jelas mengatur, bahkan di tingkat Senat Akademik, mengenai pembukaan, penggabungan, dan penutupan unit akademik. Jadi klaim bahwa UI bertindak tanpa dasar hukum itu keliru,” tegas Faturahman dalam keterangan tertulisnya.

Ia mengacu pada Peraturan Senat Akademik UI Nomor 001 Tahun 2021 yang secara gamblang mengatur mekanisme pembentukan, penggabungan, hingga penutupan unit akademik. Artinya, landasan hukum restrukturisasi sudah ada dan berlaku. “Problem utama bukan di aspek legalitas, tapi pada komunikasi. Ada kelompok yang merasa tidak cukup dilibatkan. Itu wajar, tapi berbeda dengan tuduhan bahwa UI tidak punya dasar sama sekali,” ujarnya.

Lebih jauh, Faturahman menekankan bahwa penggabungan SIL dan SKSG bukan langkah sepihak. Prosesnya melibatkan organ-organ penting di UI, mulai dari Senat Akademik, Dewan Guru Besar, Majelis Wali Amanat, hingga Rektorat. Menurutnya, hal ini membuktikan bahwa mekanisme institusional berjalan. “Kalau pun ada kekurangan, itu di ruang partisipasi publik akademik yang memang perlu diperluas, bukan berarti prosedur formalnya dilanggar,” tambahnya.

Dari perspektif strategis, ia menilai UI justru sedang membangun entitas akademik yang lebih kokoh untuk menghadapi tantangan global. Tema pembangunan berkelanjutan diyakini sebagai isu utama abad ke-21, yang membutuhkan pendekatan interdisipliner. “Menggabungkan kekuatan ilmu lingkungan dengan kajian strategik dan global itu langkah visioner. Kita bicara masa depan, bukan sekadar melestarikan struktur lama,” kata Faturahman.

Terkait kritik soal hilangnya warisan Prof. Emil Salim melalui bubarnya SIL, Faturahman menyebut pandangan itu lebih bernuansa emosional ketimbang substansial. Menurutnya, sejarah akademik tidak akan hilang hanya karena terjadi penggabungan kelembagaan.

“Di universitas top dunia, perubahan struktur fakultas atau sekolah itu hal biasa. Warisan bisa dijaga dalam bentuk program, forum ilmiah, atau pusat studi yang tetap hidup di bawah struktur baru. Justru penggabungan ini bisa memperluas jangkauan warisan itu,” jelasnya.

Faturahman menilai tantangan terbesar UI ke depan adalah memastikan masa transisi berjalan mulus: hak mahasiswa tetap terjamin, beasiswa dan kontrak tetap aman, dan identitas akademik yang sudah dibangun SIL maupun SKSG tidak tercerabut. “Kalau ini bisa dikelola dengan transparan dan adil, maka penggabungan ini akan terbukti membawa keuntungan besar, baik bagi sivitas akademika maupun bagi UI di panggung global,” katanya menegaskan.

Ia menutup dengan pernyataan keras bahwa publik seharusnya tidak terjebak pada narasi yang menyudutkan. “Mari objektif melihat. Ini bukan bubar asal bubar, tapi restrukturisasi dengan visi global. Jangan sampai narasi yang menyesatkan justru mengaburkan langkah strategis UI dalam memperkuat kapasitas akademiknya,” pungkas Faturahman.(*)

BACA JUGA:  RS Bhayangkara Brimob Raih Penghargaan Kompolnas Award 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *