Oleh: Bobby A.M Norman
WartaDepok.com – “Belum kenal dua nama itu,” ungkap seorang kawan ketika saya tanya tentang calon potensial yang akan dia pilih di Pilkada Kota Depok 2024.
Seperti yang dia bilang, saya menyebutkan dua nama: Imam Budi Hartono (IBH) Wakil Walikota dan Supian Suri (SS) Sekretaris Daerah. Keduanya masih aktif menjabat.
Ini bukan survei. Hanya obrolan santai biasa. Sambil menikmati hujan di sore hari. Ditemani secangkir kopi hitam arabika. Kawan saya seperti kebanyakan warga Depok: milenial, kerja, pulang dan tidur. Dia jarang terpapar politik lokal. Mungkin hampir tidak pernah kena paparannya. Kehidupannya banyak dihabiskan bekerja di Jakarta.
Pileg dan pilpres telah usai. Tapi masih ada satu hajatan politik di tahun 2024 ini. Tepatnya di bulan November nanti. PILKADA serentak.
Penyelenggaraannya telah diatur Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sesuai Peraturan KPU (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024.
Tidak mau melebar ke mana-mana. Mari kita fokus ke Depok. Membedah dua nama: IBH dan SS. Melihat dan membandingkan peta kekuatan mereka.
Mengawali pembahasan, mari sama-sama kita bedah IBH.
Bukan rahasia umum bila PKS berhasil menguasai Depok selama empat periode. Pendobrak pertamanya Nur Mahmudi Ismail. Dia berhasil merebut kursi walikota dari birokrat senior Badrul Kamal. Di periode kedua ia kembali menang. Total 10 tahun Pak Nur, sapaannya, menjabat.
Estafet kepemimpinan Pak Nur dilanjutkan Mohammad Idris. Beliau adalah wakil Pak Nur di periode keduanya. Kyai Idris, biasa ia dipanggil, juga menang dua periode. Dia diusung PKS. Saat ini ia masih menjabat walikota.
Kemudian, tugas berat menanti IBH. Sebagai incumbent, ia sebenarnya banyak diuntungkan dengan segudang kredensial kepemimpinan PKS di Depok. Kemenangan empat periode.
Posisinya sebagai Ketua PKS Depok sekaligus wakil walikota menjadi nilai plus IBH. Partai corak orange tersebut juga mendapat kursi tertinggi DPRD Depok di pileg 2024. Total 13 kursi. Bila dikalkulasi lebih dari 20% kursi DPRD Depok. Lebih dari cukup untuk mencalonkan sendiri, tanpa partai koalisi.
IBH juga politisi tulen. Mulai dari DPRD Depok hingga Jawa Barat pernah ia emban. Sedari muda ia melakoni karir tersebut. Saat ini SK pencalonan DPP PKS sudah ditangannya. Hampir dipastikan bila tidak ada dinamika politik yang cukup kencang dia maju di Pilkada Depok.
Berbeda dengan IBH. Supian Suri atau kerap disapa SS adalah birokrat tulen. 25 tahun ia menjadi ASN. Karirnya cukup moncer di Pemkot Depok. Lulusan IPDN itu tercatat pernah menjadi lurah, kabid, kadis hingga saat ini Sekretaris Daerah.
Dibanding IBH, SS relatif lebih fleksibel secara politik. Karena belum tercatat sebagai anggota parpol. Pendaftaran calon walikota sendiri baru dibuka Agustus mendatang. Tapi SS sudah menyatakan keseriusannya untuk merebut kursi D1. Ia bahkan mengklaim telah sowan ke delapan partai politik.
Melihat dari sudut pandang hirarki, jabatan sekda berada di bawah wakil walikota. Namun secara birokrasi, sekda merupakan posisi tertinggi di rantai jabatan birokrasi daerah. Sehingga tidak menutup kemungkinan gerbong ASN akan berpihak ke SS, bila komunikasi dia baik ke para birokrat di bawahnya.
Politisi dan birokrat ini dua makhluk yang berbeda. Namun mereka bisa bersatu bila dipertemukan kepentingan yang sama, misal kebanggaan almamater, jabatan, kedekatan, kenyamanan bekerja hingga kesejahteraan. Di sisi ini, SS mungkin diuntungkan.
Lantas cawe-cawe Kyai Idris apa turut menguntungkan salah satu calon? Hal ini tidak akan saya bahas. Mungkin di lain waktu.
Berkaca dari hasil pemilu, yang pasti ada pergeseran elektoral. Di mana pada penghitungan pilpres pasangan Prabowo-Gibran yang diusung koalisi 02 berhasil menang di Kota Depok. Ini tidak lepas dari paparan kampanye di tingkat pusat yang sangat masif. Padahal di Pilpres sebelumnya capres yang diusung PKS selalu menang di Kota Depok.
Di sisi ini bila SS bisa berselancar pada momentum pilpres tentunya akan diuntungkan. Syaratnya meraih dukungan parpol 02 plus tambahan partai lainnya di luar koalisi tersebut.
Selain itu dia juga perlu meyakinkan publik Kota Depok untuk lebih berpatisipasi dalam momentum Pilkada. Karena seperti Pilkada Depok sebelumnya pemenangnya adalah golput.
Gerakan politik kekinian untuk meraih simpati milenial dan Gen Z diperlukan untuk menggaet suara tersebut.
Lantas apa untungnya jadi kepala daerah?
Menjadi kepala daerah merupakan berkah dan tanggungjawab yang ditakdirkan Tuhan kepada seseorang. Dengan jurus “telunjuk sakti” banyak yang bisa dia lakukan, termasuk membuat kebijakan yang bermanfaat bagi masyarakat. Makanya banyak cara yang dilakukan seorang calon untuk merebut kesaktian tersebut. Termasuk berkorban harta, tenaga serta harga diri.
Sekali lagi. Pemenang pilkada nanti adalah yang bisa menggaet milenial dan gen Z serta mampu meminimalisir angka golput atau kebalikkannya.
Di akhir cerita, apakah IBH dan SS akan benar-benar head to head atau malah bersatu? Kita tunggu saja kelanjutan kisahnya.
*(Penikmat Kopi yang Hobi Memperhatikan Politik Depok)